Kamis, 11 Februari 2016

Problematika Membangun Gedung Negara


PROBLEMATIKA  MEMBANGUN  GEDUNG NEGARA



Oleh : Mohamad Khusaeri  
Mantan PPK dalam pembangunan gedung KPP Pratama Subang



Pendahuluan
Pembangunan gedung atau bangunan konstruksi yang dilakukan oleh Pemerintah sangatlah banyak dan sangat dibutuhkan masyarakat, seperti pembangunan gedung pelayanan, kantor desa, kantor kecamatan, bangunan jalan atau jembatan, pelabuhan dan lain sebagainya. Hampir semua instansi/ kementerian/ satuan kerja  masih banyak kekurangan fasilitas (baik gedung kantor, rumah dinas maupun fasilitas pelengkap yang lainnya). Demikian pula dengan sarana umum seperti jalan, jembatan atau pelabuhan yang masih banyak yang perlu dibangun. Dan beberapa tahun  belakangan ini, anggaran pembangunan infrastruktur semakin ditingkatkan.
Namun demikian yang sering menjadi problematika  adalah rendahnya penyerapan anggaran terutama atas belanja modal untuk pembangunan infrastruktur tersebut. Dana APBN untuk belanja modal gedung atau konstruksi lainnya sering tidak terpakai maksimal karena beberapa rencana pembangunan yang gagal dilaksanakan serta tidak adanya alternatif pengganti. Hal ini bisa terjadi karena usulan perencanaan yang kurang tepat atau perhitungan yang kurang matang.
Banyak unit satuan kerja  yang tidak paham tata cara pengusulan  pembangunan gedung atau konstruksi lainnya. Juga tidak banyak pejabat yang konsen dan mau peduli akan kebutuhan fasilitas instansi atau tugas pelayanannya sehingga mau belajar dan mau mengusulkan pembangunan gedung atau konstruksi dilingkungannya. Meskipun demikian tidaklah mudah membuat usulan pembangunan gedung ini, karena banyaknya prosedur yang harus ditempuh dan dipenuhi agar usulan dapat dikabulkan.
Salah satu penyebab rendahnya penyerapan anggaran adalah tingginya rasa ketakutan penyelenggara negara akan bahaya penyelewengan penggunaan dana yang bisa berujung pada tindak pidana korupsi atau penjara. Banyak berita yang menyeret para penyelenggara negara dalam kasus korupsi terutama dalam pengadaan barang dan jasa atau belanja modal pembangunan infrastruktur. Berdasarkan data penanganan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kegiatan pengadaan barang/ jasa pemerintah setiap tahunnya selalu ada yang menjadi kasus tindak pidana sebagai mana tabel berikut ini :
Tabel 1. Tabulasi Data Penanganan Korupsi (oleh KPK) Berdasarkan Jenis Perkara Tahun 2004-2015 (per 31 oktober 2015)
No.
Jenis Perkara
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Jumlah
1
Pengadaan Barang/Jasa
2
12
8
14
18
16
16
10
8
9
15
10
138
2
Perijinan
0
0
5
1
3
1
0
0
0
3
5
1
19
3
Penyuapan
0
7
2
4
13
12
19
25
34
50
20
28
214
4
Pungutan
0
0
7
2
3
0
0
0
0
1
6
1
20
5
Penyalahgunaan Anggaran
0
0
5
3
10
8
5
4
3
0
4
2
44
6
TPPU
0
0
0
0
0
0
0
0
2
7
5
1
14
7
Merintangi Proses KPK
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
3
0
5

Jumlah
2
19
27
24
47
37
40
39
49
70
58
43
454
 Sumber data : Mengelola Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Tanpa Korupsi, Muhamad Ide Ambardi

Seringnya pembangunan gedung bermasalah sehingga menghantui para pejabat untuk melakukan pembangunan gedung. Kompleksitas kegiatan dalam pembangunan gedung sering kali memperbesar  resiko ketidak akuratan dalam mengendalikan kontrak. Kesalahan kecil saja dalam pengendalian kegiatan pembangunan gedung bisa berdampak pada kegagalan pembangunan atau ketidaktepatan volume dan mutu sesuai kontrak. Hal ini sering dijadikan permasalahan temuan pemeriksa yang bisa menyeret pejabat pengadaan dalam kasus pidana yang berujung pada penjara.
Agar pembangunan gedung atau kegiatan pengadaan barang/ jasa pemerintah tidak menjadi kasus pidana, maka para penyelenggara negara terlebih para pejabat yang terlibat dalam pembangunan gedung perlu memahami peraturan terkait dan problematika yang ada dilapangan sehingga bisa membuat langkah mitigasi dengan baik. Dalam pembahasan buku ini akan diuraian peraturan terkait serta langkah-langkah aplikatif  berdasarkan proses pembelajaran dan pengalaman penulis dalam membangun gedung negara. 

Problematika Membangun Gedung
Beberapa problematika yang sering dialami penyelenggara negara dalam membangun  gedung atau bangunan konstruksi antara lain :
1.      Keterbatasan tenaga ahli pengadaan
Banyak unit satuan kerja yang tidak memiliki tenaga ahli bersertifikasi pengadaan nasional. Dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, mensyaratkan pejabat yang terlibat adalah yang sudah memiliki sertifikat ahli pengadaan barang dan jasa. Di era pelayanan saat ini, banyak pejabat yang enggan untuk mengikuti ujian sertifikasi yang nantinya akan ditunjuk menjadi salah satu pejabat pengadaan. Tidak seimbangnya antara beban kerja serta resiko yang harus ditanggung pejabat pengadaan dengan besarnya honorarium yang diterima menjadi alasan utama para pejabat enggan mengikuti ujian sertifikasi.
Seringkali pejabat yang baru bersertifikasi pengadaan ditunjuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan bermodal pendidikan dan latihan pengadaan barang dan jasa (diklat PBJ). Padahal untuk menjadi PPK perlu diklat tersendiri yang lebih kompleks dari sekedar diklat PBJ. Demikian pula untuk membangun gedung negara, perlu pembekalan khusus yang lebih kompleks dari hanya sekedar diklat PPK, karena banyaknya tugas, istilah dan rumusan teknis yang perlu dipahami.
Problematika yang paling utama saat ini adalah PPK hanyalah jabatan tempelan pada jabatan utama sehingga dalam menjalankan tugasnya hanya sambilan. Dalam proses pembangunan gedung membutuhkan  konsentrasi yang besar dari PPK, karena proses pengadaannya bisa membutuhkan waktu hampir setahun atau bahkan lebih. 
2.      Lemahnya supervisi bagi pejabat pengadaan
Kurangnya Pendampingan dan Pembinaan bagi PPK dalam pembangunan gedung. Jabatan PPK kebanyakan adalah jabatan tempelan dari jabatan utama, maka pembinaannya pun juga hanya pembinaan sampingan. Tidak ada jabatan khusus sebagai pembina PPK yang akan serius membina dan membimbing PPK dalam menjalankan tugasnya. Terlebih dalam pembangunan gedung negara, para PPK yang kebanyakan bukanlah pejabat teknis yang memahami permasalahan konstruksi, dibiarkan sendiri mengelola pekerjaan yang bukan keahliannya. Seringkali bantuan tenaga teknis dari dinas terkait konstruksi  sangat tidak memadai dalam pembimbingan masalah konstruksi. Demikian pula pembimbingan dalam masalah pencairan dana juga tidak berjalan maksimal.
3.      Lemahnya Perencanaan Pengadaan
Dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah diawali dengan proses perencanaan pengadaan. Kegiatan pembangunan gedung sangat berbeda dengan kegiatan pengadaan barang biasa, dimana kegiatannya meliputi 3 kegiatan yaitu jasa perencanaan, jasa pengawasan dan jasa konstruksi. Ketiga kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang saling terkait dan berurutan sehingga tidak bisa dilakukan pengadaan sekaligus.
Lemahnya perencanaan juga bisa muncul dari  usulan anggaran yang mengalami kenaikan harga bahan / upah. Usulan pembangunan gedung atau bangunan konstruksi biasanya dilakukan satu atau dua tahun sebelum tahun anggaran. Sangat mungkin ketika anggaran disetujui dan diturunkan, harga bahan atau upah tenaga kerja sudah mengalami kenaikan harga.
Pengadaan / lelang yang tidak terencana dengan baik mengakibatkan terpilihnya  penyedia barang dan jasa, perencana, pengawas atau kontraktor  yang tidak professional. Denda dan sanksi masuk dalam daftar hitam pengadaan pemerintah tidak membuat jera penyedia yang tidak profesional karena mereka bisa berganti baju atau pinjam bendera perusahaan lain.
4.      Lemahnya Proses Perencanaan Gedung
Proses pembangunan gedung sangat tergantung perencanaan pembangunannya. Bagaimana desain arsitektur gedung, pembagian dan keluasan ruang, spesifikasi bahan, mutu pengerjaan dan detail sarana  prasarananya. Seringkali proses perencanaan ini hanya dibebankan pada konsultan perencana dengan tenggat waktu pekerjaan yang cukup singkat. Padahal hasil pekerjaan konsultan perencana inilah yang akan menjadi dasar dalam pengendalian konstruksi nantinya.
5.      Lemahnya Proses Pengawasan Konstruksi  
Detail perencanaan yang sudah baik, harus bisa diwujudkan dalam proses konstruksi dengan baik pula. Oleh karena itu Pengawasan pekerjaan konstruksi harus dilakukan dengan ketat dan baik sehingga desain perencanaan dapat terwujud sesuai kualitas dan kuantitasnya. Namun karena keterbatasan pengetahuan teknik dari pemimpin pekerjaan, sehingga proses pengawasan konstruksi ini hanya dibebankan pada konsultan pengawas. Ketika konsultan pengawas bermain mata dengan kontraktor, maka akan menjadi malapetaka bagi para pejabat yang terlibat.
6.      Lemahnya Koordinasi
Dalam pembangunan gedung, peranan PPK sangat besar sekali, karena dialah yang menerjemahkan ide dan penugasan dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan dia pulalah yang akan berhubungan dengan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Tenaga Bantuan Teknis, Perencana, Pengawas dan Kontraktor.  Kelemahan koordinasi bisa terjadi antara KPA dengan PPK, juga PPK dengan ULP, bisa juga lemah koordinasi antara KPA/ PPK dengan unit instansi lain seperti KPPN atau Perijinan dalam pengurusan IMB. Dengan koordinasi yang baik diharapkan dapat meminimalisir kelemahan baik yang disebabkan oleh kelalaian KPA/ PPK atau ULP maupun dari kurang kompetennya para pihak tersebut.
7.      Gangguan Non Teknis   
Sudah menjadi rahasia umum, dalam proses konstruksi banyak sekali gangguan-gangguan non teknis yang bakal dihadapi. Banyak proses perijinan yang harus dipenuhi atau berkaitan dalam membangun gedung seperti Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Ijin Gangguan, Ijin Penebangan Pohon atau ijin lainnya. Dari pengalaman PPK yang diungkapkan saat forum pengadaan, masih banyak ditemui proses perijinan yang lama dan tidak mudah untuk memenuhi persyaratannya. Disamping itu masih banyak ditemui gangguan-gangguan premanisme dalam pembangunan dengan mengatas-namakan asosiasi, lsm atau organisasi pemuda.


Temuan Pemeriksa Keuangan
Sebagai langkah antisipatif, perlu dipahami beberapa beberapa permasalahan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, khususnya tentang pembangunan gedung yang pernah menjadi temuan pemeriksa Badan Pengawas Pembangunan (BPK) maupun Inspektorat Jenderal sebagaimana disampaikan oleh Inspektur V Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan pada Rapat Koordinasi Persiapan Pelaksanaan Anggaran 2014, yang dapat dirangkum sebagai berikut :

a.      Tahap Persiapan Pengadaan
No.
Uraian
1
Status tanah untuk pembangunan/rehab gedung tidak jelas
2
Penyusunan HPS tidak didasarkan pada harga wajar
3
Klarifikasi dan negosiasi harga tidak dilengkapi dengan data pendukung.
4
Lelang gagal, pekerjaan tidak dapat dilaksanakan.
5
Pembangunan gedung belum dilengkapi dengan IMB
6
Pelaksanaan pekerjaan mendahului kontrak, sebelum usulan revisi DIPA.

b.      Tahap Pekerjaan Perencanaan
No.
Uraian
1
Hasil pekerjaan Konsultan Perencana tidak memadai:
a.
Ketidaksesuaian volume satuan pekerjaan antara EE/RAB dengan gambar rencana teknis,
b.
Duplikasi pekerjaan antar tahapan
c.
Gambar perencanaan tidak aplikatif dan perlu banyak penyesuaian,
d.
Hasil pekerjaan mengarah pada satu merek.
2
Kelebihan pembayaran  pekerjaan :
a.
Konsultan Perencana dibayar 100% pada saat  pekerjaan konstruksi dimulai.
b.
PPh kurang dipotong.
c.
Duplikasi pembayaran Konsultan Perencana pada proyek tahapan.
d.
Denda keterlambatan tidak dipungut.
3
Adendum kontrak dilakukan setelah masa kontrak selesai.
4
Keterlambatan penyelesaian pekerjaan.
5
Pemutusan Kontrak tidak sesuai dengan Perpres

c.       Tahap Pekerjaan Pengawasan
No.
Uraian
1
Jumlah dan  kualifikasi personil Pengawas tidak sesuai dengan kontrak.
2
Pengawasan kurang berjalan baik sehingga :
a.
Pekerjaan konstruksi tidak sesuai dengan spesifikasi dalam Kontrak.
b.
Pekerjaan konstruksi terlambat diselesaikan dan tidak sesuai rencana.
3
Adendum Kontrak usulan pengawasa tidak memadai :
a.
Perubahan pekerjaan tidak didukung dengan adendum / CCO.
b.
Pekerjaan tambah kurang tanpa didukung alasan yang memadai.
c.
Adendum Kontrak setelah masa kontrak selesai.
4
Kelebihan pembayaran  pekerjaan :
a.
PPh kurang dipotong.
b.
Duplikasi pembayaran Konsultan Pengawas pada proyek tahapan.
c.
Denda keterlambatan tidak dipungut.
5
Keterlambatan penyelesaian pekerjaan.
6
Pemutusan Kontrak tidak sesuai dengan Perpres


d.      Tahap Pekerjaan Konstruksi
No.
Uraian
1
Pekerjaan disubkontrakkan seluruhnya.
2
Pembayaran uang muka melebihi ketentuan
3
Realisasi penggunaan uang muka tidak sesuai dengan rencana yang diajukan.
4
Jaminan uang muka tidak diperpanjang sesuai ketentuan dalam kontrak.
5
Pelaksanaan pekerjaan mendahului kontrak, sebelum usulan revisi DIPA.
6
Adendum Kontrak usulan pengawasa tidak memadai :
a.
Perubahan pekerjaan tidak didukung dengan adendum / CCO.
b.
Pekerjaan tambah kurang tanpa didukung alasan yang memadai.
c.
Adendum Kontrak setelah masa kontrak selesai.
7
Kelebihan pembayaran  pekerjaan :
a.
Barang yang diperoleh tidak sesuai dengan spesifikasi.
b.
PPh kurang dipotong.
c.
Duplikasi pekerjaan pada proyek tahapan.
d.
Denda keterlambatan pekerjaan belum dikenakan kepada Penyedia.
8
Keterlambatan penyelesaian pekerjaan.
9
Pemutusan Kontrak tidak sesuai dengan Perpres

Peningkatan Kualitas Pengadaan
Dari uraian problematika dan permasalahan temuan pemeriksa tersebut diatas, maka perlu dirancang strategi agar pembangunan gedung negara bisa berhasil dengan baik. Beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan untuk peningkatan kualitas pengadaan antara lain sebagai berikut :
1.      Peningkatan kualitas SDM Pengadaan.
Yang paling utama tentunya peningkatan kualitas pejabat pengadaan yang harus disegerakan. Pejabat pengadaan harus diikutkan diklat pengadaan barang dan jasa pemerintah agar memahami dasar-dasar pengadaan. Kemudian PPK juga perlu mengikuti diklat substantif PPK dan diklat keahlian lain seperti diklat project management. Bagi pengambil kebijakan pengadaan ditingkat pusat kementerian/ lembaga, diusulkan agar ada pendidikan dan latihan tersendiri bagi PPK yang akan membangun gedung atau konstruksi lainnya mengingat kompleksitas permasalahan dan kekhususan pengetahuan konstruksi ini.
2.      Supervisi bagi PPK.
PPK sebagai pejabat sentral dalam pembangunan gedung perlu diberi bimbingan dan supervisi secara periodik dari tenaga ahli baik tentang teknis bangunan maupun administrasi keuangan serta tenaga audit / inspektorat. Supervisor PPK ini perlu lebih aktif dalam supervisi lapangan secara periodik dan bukan sekedar sebagai help desk tempat PPK bertanya seperti selama ini terjadi. Bagi pengambil kebijakan pengadaan ditingkat pusat kementerian/ lembaga, diusulkan agar ada jabatan tersendiri bagi PPK dan pembimbing PPK secara struktural sehingga tugasnya bisa dijalankan secara profesional.
3.      Koordinasi yang baik
Proses pembangunan gedung melibatkan banyak pihak yang terlibat sehingga membutuhkan koordinasi yang baik agar semua pihak bisa  menjalankan tugasnya dengan baik dan profesional. Dibutuhkan kemampuan manajerial yang baik terutama bagi PPK agar bisa memenej semua pihak atau sumber daya yang ada agar proses pembangunan berjalan dengan lancar.
4.      Evalusi yang berkualitas
Proses pembangunan gedung bisa memakan waktu yang lama, sehingga dibutuhkan evaluasi kerja yang ketat dan berkualitas sehingga proses pembangunan sesuai dengan yang direncanakan. Semua pihak yang terlibat perlu dievaluasi baik saat perencanaan, pengawasan maupun konstruksi. Evaluasi saat perencanaan dimaksudkan agar konsultan perencana membuat perencanaan yang sebaik mungkin. Evaluasi bagi pengawas adalah agar konsultan pengawas bisa mengawasi kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dilakukan kontraktor dengan sebaik-baiknya. Dan evaluasi bagi kontraktor agar pekerjaan pembangunan bisa sesuai perencanaan, tidak terlambat atau bahkan gagal konstruksi.
5.      Mitigasi Resiko
Gangguan-gangguan yang bisa muncul dalam proses pembangunan gedung perlu diantisipasi dan dimitigasi resikonya sehingga tidak menjadi hambatan dan mengancam keberhasilan pembangunan. Beberapa langkah yang perlu dilakukan sebelum memulai pembangunan antara lain sebagai berikut :
a.       Dilakukan sosialisasi  rencana pembangunan dengan kalangan pengusaha lokal.
b.      Pendekatan dan koordinasi dengan jajaran Pemerintah Daerah dalam memback-up permasalahan lapangan seperti perijinan dan gangguan keamanan.
c.       Pendekatan dan koordinasi dengan jajaran keamanan daerah.
d.      Mewajibkan kontraktor untuk memberdayakan tenaga lokal untuk beberapa jenis pekerjaan umum.
Semoga tulisan singkat ini bisa bermanfaat dan segera bisa disambung dengan tulisan yang lebih detail tentang pengendalian saat pembangunan gedung. (mks)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar